Banjarmasin, SAMPITTV.COM – Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Kota Banjarmasin mengecam keras praktik diskriminasi pendidikan agama yang dialami siswa Hindu di sejumlah sekolah di Kalimantan Selatan.
Siswa-siswa tersebut diketahui tidak mendapatkan akses terhadap pendidikan agama Hindu dan malah diwajibkan mengikuti pelajaran agama lain untuk dapat menerima nilai agama.
Ketua KMHDI Banjarmasin, Tama, menyebut tindakan ini sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan konstitusi.
Ia menegaskan bahwa setiap siswa berhak mendapat pendidikan sesuai dengan agama dan keyakinannya sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 dan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Memaksa siswa Hindu mengikuti pelajaran agama lain adalah bentuk pelanggaran hak dasar yang tidak bisa ditoleransi. Ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dan kebhinekaan,” ujarnya.
Untuk itu, tambahnya, KMHDI mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan dan instansi terkait untuk segera mengambil tindakan tegas.
KMHDI juga meminta pemerintah memastikan tersedianya akses pendidikan agama Hindu secara merata di seluruh sekolah.
Lebih jauh, Tama mengatakan praktik diskriminatif ini tidak hanya melanggar konstitusi, tapi juga bertentangan dengan semangat Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini menekankan pembelajaran inklusif, berpusat pada peserta didik, serta menghormati keberagaman.
Salah satu pilar Kurikulum Merdeka adalah memberikan hak bagi siswa untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai keyakinan mereka.
Menurutnya, ketiadaan guru atau fasilitas bagi siswa Hindu serta pemaksaan pelajaran agama lain, dinilai mencederai prinsip inklusivitas tersebut.
Selain itu, Kurikulum Merdeka bertujuan membentuk Profil Pelajar Pancasila yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, serta berkebinekaan global.
“Bagaimana siswa bisa mencapai profil ini jika hak menerima pendidikan agama dari guru seagama diabaikan di sekolah?” tegas Tama.
Tama menegaskan bahwa KMHDI akan terus memantau kasus ini dan tidak ragu mengambil langkah lanjutan jika tidak ada tindakan nyata dari pemerintah.
“Kami berharap kasus serupa tidak terulang dan hak siswa untuk mendapat pendidikan agama sesuai keyakinannya dapat dipenuhi secara adil dan setara,” terangnya.
(Ayu Budiyanto)