Malang — Sampittv.com. Dugaan pungutan di SMPN 2 Sumbermajing Wetan semakin terang benderang. Dalam klarifikasi melalui sambungan telepon WhatsApp, Kepala Sekolah Isnaini Rahayu, S.Si, M.Pd,. secara eksplisit mengakui bahwa pihak sekolah memberikan kwitansi kepada wali murid yang menyerahkan sumbangan.

Sumbangan tersebut dipatok sebesar Rp50.000 per bulan dan diwajibkan lunas dalam satu tahun, dengan total Rp600.000. Pembayaran dilakukan melalui Komite Sekolah dan disebut sebagai kewajiban yang harus diselesaikan sepenuhnya.
Namun, dalam percakapan yang sama, ketika Redaksi DMTV menanyakan apakah ada Memorandum of Understanding (MoU) antara sekolah dan kuasa hukum dari Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP KPK), Isnaini menjawab tegas: tidak ada.
Ironisnya, kuasa hukum LP KPK justru menyatakan bahwa media tidak boleh mengungkap soal sumbangan tersebut. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan serius: apakah media keliru, atau justru ada upaya membungkam kontrol sosial? Jika informasi publik seperti ini dianggap tabu, lalu di mana ruang transparansi dan akuntabilitas yang dijamin oleh undang-undang?
Temuan di lapangan menguatkan dugaan tersebut. Sejumlah wali murid mengaku terpaksa mencicil sumbangan, dengan nominal antara Rp50.000 hingga Rp100.000, sebagaimana tercantum dalam kwitansi yang ditemukan oleh awak media dari salah satu wali murid.
Pihak Komite berdalih bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak mencukupi untuk menutupi berbagai kebutuhan sekolah. Namun, alasan tersebut tidak serta-merta menghapus kewajiban untuk menjunjung asas sukarela dan tidak memberatkan dalam setiap bentuk sumbangan pendidikan.
Padahal, tugas dan fungsi Komite Sekolah telah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Komite tidak boleh menjadi perpanjangan tangan untuk membebani wali murid, apalagi dengan kewajiban yang bersifat memaksa dan tidak transparan.
Undang-undang yang mengatur tentang komite sekolah adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016.
Permendikbud ini melarang komite sekolah untuk melakukan pungutan dari orang tua/wali murid, tetapi memperbolehkan penggalangan dana secara sukarela untuk kegiatan tertentu yang sah sesuai peraturan yang berlaku.
Larangan untuk Komite Sekolah
Melakukan pungutan: Komite sekolah dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali murid.
Menjual buku dan seragam: Dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan sekolah, atau pakaian seragam.
Mencederai integritas sekolah: Dilarang mencederai integritas evaluasi hasil belajar dan seleksi penerimaan peserta didik secara langsung atau tidak langsung.
Mengambil keuntungan ekonomi: Dilarang mengambil atau menyiasati keuntungan ekonomi dari kedudukan, tugas, dan fungsi komite sekolah.
Memanfaatkan aset sekolah: Dilarang memanfaatkan aset sekolah untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Melakukan kegiatan politik praktis: Dilarang melakukan kegiatan politik praktis di sekolah.
Mengambil keputusan di luar kewenangan: Dilarang mengambil keputusan atau tindakan yang melebihi kedudukan, tugas, dan fungsi komite sekolah.
Hal yang diperbolehkan (penggalangan dana)
Sumbangan sukarela: Komite sekolah hanya dapat menerima sumbangan sukarela, yang bukan merupakan pungutan wajib.
Dana dari sumber sah: Komite sekolah dapat menerima dana dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Buat dewan guru)
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sekolah atau dewan guru dilarang keras menjual seragam sekolah dan perlengkapan sekolah lainnya kepada siswa atau orang tua siswa di lingkungan sekolah.
Larangan ini didasari oleh beberapa aturan utama, di antaranya:
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang melarang pendidik, tenaga kependidikan, dan komite sekolah melakukan penjualan seragam atau bahan seragam.
Peratu
