BACAMALANG.COM – Kesadaran masyarakat Indonesia masih banyak terjebak pada pola pikir mistis dan dogmatis. Kondisi tersebut tidak lepas dari minimnya budaya membaca dan berdiskusi kritis. Karenanya dibutuhkan literasi, yang bukan sekadar kemampuan teknis membaca teks, melainkan kesanggupan memahami konteks dan makna kehidupan. Terkait hal ini, filsuf dan pegiat Ngaji Filsafat, Fahruddin Faiz, memberikan paparan menyoroti pentingnya literasi sebagai fondasi perubahan cara berpikir dan beragama masyarakat saat menghadiri puncak perayaan Hilang Tahun ke-14 Pesantren Luhur Baitul Hikmah Kepanjen, Malang, belum lama ini.
“Kesadaran masyarakat Indonesia masih banyak terjebak pada pola pikir mistis dan dogmatis,” tegasnya. Menurutnya, kondisi tersebut tidak lepas dari minimnya budaya membaca dan berdiskusi kritis. Literasi, kata Fahruddin, bukan sekadar kemampuan teknis membaca teks, melainkan kesanggupan memahami konteks dan makna kehidupan.
Ia memperkenalkan buku terbarunya, Menaklukkan Kebahagiaan. Buku tersebut, menurut Fahruddin, merupakan upaya menghadirkan filsafat yang membumi dan relevan dengan persoalan sehari-hari. Ia kemudian mengulas pemikiran Ki Ageng Suryomentaram sebagai contoh filsafat lokal yang kaya namun sering terabaikan. Filsafat ini, menurutnya, mampu membantu manusia memahami kebahagiaan secara lebih jujur dan realistis.
Paparan Fahruddin Faiz disambut antusias peserta. Banyak pengunjung menyimak dengan serius, bahkan sebagian mencatat poin-poin penting yang disampaikan selama sesi berlangsung. Kehadiran Fahruddin Faiz dalam perayaan Hilang Tahun ini mempertegas posisi Pesantren Luhur Baitul Hikmah sebagai ruang dialog antara tradisi keislaman, filsafat, dan persoalan kemasyarakatan kontemporer.
Sekilas info, Perayaan Hilang Tahun di Pesantren Luhur Baitul Hikmah adalah momentum ulang tahun pesantren yang bukan sekadar seremoni, melainkan penegasan identitas, posisi, dan peran pesantren sebagai pusat keilmuan, literasi, dan kebudayaan di Malang. Perayaan ini biasanya dirangkai dengan temu alumni, ngaji bersama, diskusi keilmuan, dan peluncuran karya santri. Hingga usia ke-14 tahun, pesantren ini telah melahirkan puluhan karya berupa buku, jurnal ilmiah, tesis, dan disertasi.
Pewarta: Hadi Triswanto
Editor: Rahmat Mashudi Prayoga
